Susunan trafo daya pada dasarnya adalah seperti pada gambar dibawah ini
Pada inti besi berbahan ferromagnetis b dililitkan gulungan primer sebanyak n1 , dan lilitan sekunder sebanyak n2 . Bila lilitan primer diberi tegangan bolak-balik (AC) dengan harga efektif sebesar V1 dengan frekuensi f , maka dalam inti besi b akan timbul fluks magnet Φ. Hubungan antara V1 dengan Φ bagi tegangan bolak-balik berbentuk sinus adalah :
V1 = 4,44 f n1 Φ (1)
Dengan adanya fluks magnet Φ , maka pada lilitan sekunder yang juga melingkupi fluks magnet tersebut akan diinduksikan tegangan sekunder sebesar
V2 = 4,44 f n2 Φ (2)
Dari kedua persamaan diatas kalau kita bagi maka akan kita dapatkan persamaan :
V1 / V2 = n1 / n2 (3)
Dengan kata lain, tegangan lilitan-lilitan suatu transformator adalah sebanding dengan jumlah lilitannya masing-masing.
Jika lilitan sekunder diberi beban, sehingga akan mengalir arus sebesar I2 , maka arus ini juga akan membentuk fluks pada inti besi sebesar Φ2 , yang akan mengubah besarnya Φ awal. Bila hal ini terjadi, maka keseimbangan antara V1 dan Φ pada persamaan (1) akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan mengalirnya arus I1 pada primer, yang berakibat timbulnya fluks Φ1 . Arus I1 nilainya sedemikian besar, sehingga Φ1 akan meniadakan pengaruh Φ2, atau dengan kata lain Φ1 = Φ2.
Karena Φ1 sebanding dengan n1 I1 , dan Φ2 sebanding dengan n2 I2 , maka akan timbul persamaan :
n1 I1 = n2 I2 atau I1 / I2 = n2 / n1 (4)
Bila tegangan sebanding dengan jumlah lilitan, maka arus akan berbanding terbalik dengan jumlah lilitan. Persamaan (3) dan (4) adalah rumus dasar transformator dalam keadaan ideal. Perkalian antara persamaan (3) dan (4) menghasilkan :
V1 I1 / V2 I2 = 1 atau V1 I1 = V2 I2 (5)
Dari persamaan tersebut jelas bahwa daya yang disalurkan lewat lilitan primer sama dengan daya yang diberikan oleh sekunder.
Keadaan diatas adalah keadaan pada trafo yang ideal. Trafo ideal cirinya ialah bahwa fluks Φ yang timbul dengan sendirinya jika primer diberi tegangan V1 , dan I2 = I1 = 0. Jadi untuk membentuk fluks tidak diperlukan suatu arus apapun. Hal ini sebenarnya tidak mungkin terjadi, karena untuk membentuk fluks Φ diperlukan arus yang diambil dari sumber V1 yang disebut arus magnetisasi atau arus beban nol I0.
Nilai fluks per satuan penampang disebut induksi magnet B .
B = Φ / Aeff (6)
Di dalam inti trafo arus yang membentuk fluks magnet adalah arus magnetisasi yang merupakan arus bolak-balik dengan frekuensi f. Karenanya fluks di dalamnya juga akan berubah-ubah sesuai dengan frekuensi arus tersebut. Magnetisasi inti secara bolak-balik ini akan menimbulkan kerugian yang disebut kerugian histeresis. Kerugian histeresis ini besarnya sebanding dengan luas jerat histeresis tersebut. Kecuali dari jenis bahan inti trafo, luas jerat histeresis juga tergantung dari besarnya Induksi maksimum Bm yang dicapai dalam magnetisasi bolak-balik itu. Kerugian hiteresis ini sebanding dengan (Bm)2. Besarnya nilai induksi maksimum Bm dapat diperoleh dari :
Bm = Φ / Aeff = V1 / 4,44 f n1 Aeff (7)
Dari persamaan (1) dan (7), maka daya semu trafo dapat ditulis dengan persamaan :
P = V1 I1
= 4,44 f n1 Bm Aeff I1 (8)
Kalau penampang kawat primer adalah q1 , maka jika kita memakai besaran padat arus dengan persamaan s = I1 / q1 (A/mm2) , dari persamaan (8) akan kita dapatkan :
P = V1 I1
= 4,44 f n1 Bm Aeff q1 s
= 4,44 f Bm s Aeff ( n1 q1 ) (9)
Karena n1 I1 = n2 I2 , maka bila padat arus diambil sama dengan padat arus sekunder, akan diperoleh :
n1 q1 s = n2 q2 s karena besaran s sama maka n1 q1 = n2 q2
Dapat juga kita tulis n1 q1 = ½ ( n1 q1 + n2 q2 ) sehingga kita peroleh :
P = 2,22 f Bm s Aeff ( n1 q1 + n2 q2 ) (10)
( n1q1 + n2q2 ) tidak lain adalah luas jendela inti yang ditempati oleh penampang-penampang kawat primer dan sekunder, sisanya ditempati oleh kertas isolasi dan ruang udara antar kawat.
Jika luas jendela dimisalkan Acu , maka dapat ditulis :
( n1 q1 + n2 q2 ) = 100 c Acu (11)
dimana c adalah suatu konstanta yang disebut faktor pengisian. Faktor 100 karena Acu akan dinyatakan dalam cm2, sedangkan q1 dan q2 dinyatakan dalam mm2.
Dari persamaan (10) dan (11) dapat kita peroleh :
P = 222 f Bm s c ( Aeff Acu ) (12)
Jadi bila suatu inti trafo dengan ukuran tertentun maka hasil luas penampang besi dengan luas jendelanya adalah sebanding dengan daya trafo yang mungkin dibuat oleh inti tersebut. Tin ggal tergantung dari pembebanan besi dengan Bm serta pembebanan tembaga dengan s.
Bila selanjutnya Acu dipilih sebanding dengan Aeff untuk berbagai ukuran inti, maka ada hubungan Acu = m Aeff , sehingga dapat kita tulis :
P = 222 f Bm s c m Aeff2
atau Aeff = √P / √2,22 f Bm s c m
dimana Aeff : Luas penampang inti besi
P : Daya trafo
f : frekuensi ( di Indonesia 50 Hz )
Bm : Induksi maksimal ( 0,9 ... 1,1 Wb/m2 )
s : Kepadatan arus ( 1,5 ... 5 A/mm2 )
c : faktor pengisian ( 0,45 ... 0,7 )
m : Acu/Aeff
Jika kita ambil besar Bm = 1,0 Wb/m2 = 10-4 Wb/cm2 , s = 3 A/mm2 , c = 0,5 , dan m = kita ambil perkiraan besarnya 0,6 maka persamaan diatas dapat kita sederhanakan menjadi :
Aeff = √P / √222 x 50 x 10-4 x 3 x 0,5 x 0,6
= √P / √1
Aeff = √P (13)
B. Perhitungan Inti Transformator dan Kawat Tembaga
Untuk menentukan lebar penampang inti b dipakai pendekatan
b = √Aeff / 1,5 hingga √Aeff (14)
setelah ketemu lebar penampang inti tinggal menentukan panjang inti besi
h = Aeff / b (15)
Untuk menentukan diameter kawat sekunder yang akan digunakan , lebih dulu dihitung arus sekundernya :
I2 = P2 / V2
penampang kawat sekunder
q2 = I1 / s nilai padat arus s antara 1,5 ... 5 A/mm2
diameter kawat sekunder
d2 = √4 / φ x q2
= √4 / φ x I2 / s
= √4 / φ x I2 / s jika s kita pakai besaran 3A/mm2
maka = (√4 / 3,14 x 3 ) √I2
= (√0,424 ) √I2
d2 = 0,7 √I2 (16)
jumlah lilitan sekunder per volt perlu ditambahkan 10% dari totalnya, gunanya untuk memperhitungkan kerugian tegangan pada waktu trafo diberi beban sehingga persamaannya
n2 / V = 110% x ( 1 / 4,44 f Bm Aeff )
Jika kita pilih nilai f = 50Hz , dan Bm = 10-4 Wb/cm2 , maka
n2 / V = 1,1 x ( 1 / 4,44 x 50 x 10-4 ) x ( 1 / Aeff )
= 49,549 x 1 / Aeff
n2 / V ≈ 50 / Aeff (17)
Efisiensi transformator adalah perbandingan antara daya
listrik keluaran dengan daya listrik pada masukannya.
Pada transformator ideal efisiensinya 100 %, tetapi pada kenyataannya
efisiensi tranformator tidak akan bisa mencapai 100 % , hal ini disebabkan karena sebagian
energi terbuang menjadi panas atau energi bunyi.
Efisiensi trafo untuk tegangan rendah kira-kira hanya 90%, sehingga dalam perencanaan suatu trafo setelah ditentukan daya keluaran sekundernya, agar bisa mendekati maksimal dayanya, maka daya primer kita tambahkan 10% nya
P1 = ( 100 % + 10 % ) x P2
P1 = 1,1 x P2 (18)
Sehingga dapat kita cari nilai arus primernya
I1 = P1 / V1
Untuk menetukan diameter kawat primer jika dipakai padat arus 3 A/mm2 maka rumusnya sama seperti waktu menetukan diameter kawat sekunder :
d1 = 0,7 √I1 (19)
Jumalah lilitan per volt jika kita pilih nilai f = 50Hz , dan Bm = 10-4 Wb/cm2 , maka :
n1 / V = 1 / 4,44 f Bm Aeff
= ( 1 / 4,44 x 50 x 10-4 ) x ( 1 / Aeff )
= ( 1 / 4,44 x 50 x 10-4 ) x ( 1 / Aeff )
n1 / V = 45 / Aeff (20)
Setelah diameter kawat dan jumlah lilitan sekunder maupun primer sudah ditentukan perlu pengecekan apakah gulungan dapat masuk ke dalam jendela dengan baik. Langkah pengecekan dapat menggunakan rumus :
c = ( n1 q1 + n2 q2 ) / Acu (21)
Dimana Acu = x . y ( dalam mm2 ) lihat gambar 2 untuk ukuran x dan y
Nilai c yang baik adalah antara 0,45 ... 0,7 . Kalau lebih besar dari 0,7 kemungkinan gulungan kawat tidak dapat masuk kedalam jendela inti. Jika hasil dari c kurang dari 0,45 berarti inti besi kurang dimanfaatkan dengan baik sehingga kurang ekonomis.
Tabel 1. Ukuran kern trafo EI
No |
Tipe |
a
(mm)
|
b
(mm)
|
c,c1,c2
(mm)
|
d
(mm)
|
e
(mm)
|
x
(mm)
|
y
(mm)
|
1
|
EI-24
|
24
|
6
|
3
|
15
|
18
|
6
|
12,05
|
2
|
EI-28
|
28
|
8
|
4
|
21
|
25
|
6
|
17
|
3
|
EI-29,6
|
29,6
|
8
|
4
|
19,4
|
23,65
|
6,8
|
15,4
|
4
|
EI-30
|
30
|
10
|
5
|
20
|
25
|
5
|
15
|
5
|
EI-35
|
35
|
10
|
5
|
24,5
|
29,5
|
7,5
|
19,5
|
6
|
EI-38,4
|
38,4
|
12,8
|
6,4
|
25,7
|
32,2
|
6,4
|
19,2
|
7
|
EI-41
|
41
|
13
|
6
|
27
|
33
|
8
|
21
|
8
|
EI-43
|
43
|
13
|
6,6
|
28,2
|
34,8
|
8,4
|
21,6
|
9
|
EI-48
|
48
|
16
|
8
|
32
|
40
|
8
|
24
|
10
|
EI-50
|
50
|
14
|
9
|
34
|
42
|
9
|
25
|
11
|
EI-54
|
54
|
18
|
9
|
36
|
45
|
9
|
27
|
12
|
EI-57
|
57
|
19
|
9,5
|
38
|
47,5
|
9,5
|
28,5
|
13
|
EI-60
|
60
|
20
|
10
|
40
|
50
|
10
|
30
|
14
|
EI-66
|
66
|
22
|
11
|
44
|
55
|
11
|
33
|
15
|
EI-75
|
75
|
25
|
12,5
|
50
|
62,5
|
12,5
|
37,5
|
16
|
EI-76,2
|
76,2
|
25,4
|
12,7
|
50,8
|
63,5
|
12,7
|
38,1
|
17
|
EI-78
|
78
|
26
|
13
|
52
|
65
|
13
|
39
|
18
|
EI-84
|
84
|
28
|
14
|
56
|
67
|
14
|
39
|
19
|
EI-85,8
|
85,8
|
28,6
|
14,3
|
57,2
|
71,5
|
14,3
|
42,9
|
20
|
EI-96
|
96
|
32
|
16
|
64
|
80
|
16
|
48
|
21
|
EI-105
|
105
|
35
|
17,5
|
70
|
87,5
|
17,5
|
52,5
|
22
|
EI-114
|
114
|
38
|
19
|
76
|
95
|
19
|
57
|
23
|
EI-120
|
120
|
40
|
20
|
80
|
40
|
20
|
60
|
24
|
EI-132
|
132
|
44
|
22
|
88
|
110
|
22
|
66
|
25
|
EI-133,2
|
133
|
44,4
|
22,2
|
88,8
|
111
|
22,2
|
66,6
|
26
|
EI-144
|
144
|
40
|
26
|
98
|
124
|
26
|
72
|
27
|
EI-150
|
150
|
50
|
25
|
100
|
125
|
25
|
75
|
28
|
EI-152,4
|
152,4
|
50,8
|
25,4
|
101,6
|
127
|
25,4
|
76,2
|
29
|
EI-162
|
162
|
54
|
27
|
108
|
135
|
27
|
81
|
30
|
EI-168
|
168
|
56
|
28
|
112
|
140
|
28
|
84
|
31
|
EI-171
|
171
|
57
|
28,5
|
114
|
142,5
|
28,5
|
85,5
|
32
|
EI-180
|
180
|
60
|
30
|
120
|
150
|
30
|
90
|
33
|
EI-192
|
192
|
64
|
32
|
128
|
160
|
32
|
96
|
34
|
EI-210
|
210
|
70
|
35
|
140
|
175
|
35
|
105
|
35
|
EI-240
|
240
|
80
|
40
|
160
|
200
|
40
|
120
|
Tabel 2. Ukuran kawat dan kekuatan hantar arusnya
AWG
Gauge
|
Diameter
mm
|
Maximum
Ampere for chassis wiring
|
Maximum
Ampere for Power Transmission
|
Ohm
per km
|
OOOO
|
11.684
|
380
|
302
|
0.16072
|
OOO
|
10.40384
|
328
|
239
|
0.202704
|
OO
|
9.26592
|
283
|
190
|
0.255512
|
0
|
8.25246
|
245
|
150
|
0.322424
|
1
|
7.34822
|
211
|
119
|
0.406392
|
2
|
6.54304
|
181
|
94
|
0.512664
|
3
|
5.82676
|
158
|
75
|
0.64616
|
4
|
5.18922
|
135
|
60
|
0.81508
|
5
|
4.62026
|
118
|
47
|
1.027624
|
6
|
4.1148
|
101
|
37
|
1.295928
|
7
|
3.66522
|
89
|
30
|
1.634096
|
8
|
3.2639
|
73
|
24
|
2.060496
|
9
|
2.90576
|
64
|
19
|
2.598088
|
10
|
2.58826
|
55
|
15
|
3.276392
|
11
|
2.30378
|
47
|
12
|
4.1328
|
12
|
2.05232
|
41
|
9.3
|
5.20864
|
13
|
1.8288
|
35
|
7.4
|
6.56984
|
14
|
1.62814
|
32
|
5.9
|
8.282
|
15
|
1.45034
|
28
|
4.7
|
10.44352
|
16
|
1.29032
|
22
|
3.7
|
13.17248
|
17
|
1.15062
|
19
|
2.9
|
16.60992
|
18
|
1.02362
|
16
|
2.3
|
20.9428
|
19
|
0.91186
|
14
|
1.8
|
26.40728
|
20
|
0.8128
|
11
|
1.5
|
33.292
|
21
|
0.7239
|
9
|
1.2
|
41.984
|
22
|
0.64516
|
7
|
0.92
|
52.9392
|
23
|
0.57404
|
4.7
|
0.729
|
66.7808
|
24
|
0.51054
|
3.5
|
0.577
|
84.1976
|
25
|
0.45466
|
2.7
|
0.457
|
106.1736
|
26
|
0.40386
|
2.2
|
0.361
|
133.8568
|
27
|
0.36068
|
1.7
|
0.288
|
168.8216
|
28
|
0.32004
|
1.4
|
0.226
|
212.872
|
29
|
0.28702
|
1.2
|
0.182
|
268.4024
|
30
|
0.254
|
0.86
|
0.142
|
338.496
|
31
|
0.22606
|
0.7
|
0.113
|
426.728
|
32
|
0.2032
|
0.53
|
0.091
|
538.248
|
33
|
0.18034
|
0.43
|
0.072
|
678.632
|
34
|
0.16002
|
0.33
|
0.056
|
855.752
|
35
|
0.14224
|
0.27
|
0.044
|
1079.12
|
36
|
0.127
|
0.21
|
0.035
|
1360
|
37
|
0.1143
|
0.17
|
0.0289
|
1715
|
38
|
0.1016
|
0.13
|
0.0228
|
2163
|
39
|
0.0889
|
0.11
|
0.0175
|
2728
|
40
|
0.07874
|
0.09
|
0.0137
|
3440
|
Misalkan kita mau membuat/gulung trafo kotak EI dengan tegangan primer 220V dan sekundernya 32V CT ; 5A , maka perhitungannya dengan memakai rumus-rumus trafo diatas
1. Hitung daya trafo yang kita butuhkan
P2 = V2 x I2
= 2 x 32 x 5
= 320 VA
Sehingga daya primernya
P1 = 1,1 x P2
= 1,1 x 320
= 352 VA
2. Hitung luas penampang inti besinya
Aeff = √ P1
= √ 352
Aeff = 18,7 cm2
3. Hitung lebar dan panjang inti besinya
b = √Aeff / 1,3
= √18,7 / 1,3
= 3,79 cm
dengan melihat tabel ukuran inti besi, maka ukuran lebar yang mendekati adalah 3,8 cm (EI-114)
h = Aeff / b
= 18,7 / 3,8
= 4,9 cm
4. Tentukan diameter kawat primer dan sekunder
d1 = 0,7 x √ I1
= 0,7 x √ 352 / 220
= 0,7 x √ 1,6
= 0,88 mm
1. Hitung daya trafo yang kita butuhkan
P2 = V2 x I2
= 2 x 32 x 5
= 320 VA
Sehingga daya primernya
P1 = 1,1 x P2
= 1,1 x 320
= 352 VA
2. Hitung luas penampang inti besinya
Aeff = √ P1
= √ 352
Aeff = 18,7 cm2
3. Hitung lebar dan panjang inti besinya
b = √Aeff / 1,3
= √18,7 / 1,3
= 3,79 cm
dengan melihat tabel ukuran inti besi, maka ukuran lebar yang mendekati adalah 3,8 cm (EI-114)
h = Aeff / b
= 18,7 / 3,8
= 4,9 cm
4. Tentukan diameter kawat primer dan sekunder
d1 = 0,7 x √ I1
= 0,7 x √ 352 / 220
= 0,7 x √ 1,6
= 0,88 mm
Dengan melihat tabel ukuran kawat yang mendekati yaitu AWG 19 diameter 0,91 mm
d2 = 0,7 x √ I2
= 0,7 x √ 5
= 0,7 x 2,236
= 1,56 mm
Di tabel ukuran kawat yang mendekati yaitu AWG 14 diameter 1,6 mm.
5. Menghitung jumlah lilitan primer dan sekunder
n1 = ( 45 / Aeff ) x 220
= ( 45 / 18,7 ) x 220
= 2,4 x 220
= 529 lilit
n2 = ( 50 / Aeff ) x 32
= ( 50 / 18,7 ) x 32
= 2,67 x 32
= 85 lilit
Karena mau dibikin CT (Center Tap) maka gulungannya menjadi 2 kali, 85 lilit - CT - 85 lilit
6. Pengecekan gulungan
c = ( n1 q1 + n2 q2 ) / Acu
Acu adalah luas jendela inti (x.y), dari tabel 2 , untuk core EI-114 nilai x = 19 mm , y = 57 mm
luas penampang q = ¼ π d2
c = ( 529 x ¼ x 3,14 x 0,912 + 85 x 2 x ¼ x 3,14 x 1,622 ) / ( 19 x 57 )
= ( 343,88 + 350,22 ) / 1083
= 694,1 / 1083
= 0,64
Nilai c = 0,64 berarti bisa dipastikan kawat dapat masuk ke jendela inti.
7. Cara gulung trafo
Pertama gulung kawat primer dulu sebanyak 529 lilit dengan kawat diameter 0,91 mm pada koker, usahakan gulungan kencang, rapat, dan rapi. Setelah selesai lapisi dengan kertas prespan (kertas khusus untuk trafo, tahan panas). Untuk kawat sekundernya arah gulungan harus sama dengan gulungan primernya. Gulung sebanyak 85 lilit, lalu keluarkan ujungnya untuk CT dan gulung lagi sebanyak 85 lilit. Tetesi sirlak pada gulungan agar kuat dan tidak menimbulkan getar. Lapisi dengan kertas prespan. Untuk koneksinya bisa menggunakan terminal kabel , atau disambung dengan kabel.
Semoga bermanfaat , keep DIY......
makasih mas ilmu nya
ReplyDeleteGimana hitungannya kalau untuk trafo toroidal ...? Thank"s untuk infonya..
ReplyDeletebelum nemu yang paten itungannya yntuk toroid, ini juga lagi nyoba2 bikin toroid pakai bekas stavol. Yang belum nemu itungan untuk diameter kawatnya, sama kemampuan daya maksimum kern
Deletesalam kenal mas
ReplyDeleteaku mau tanya nih kenapa kawat email berdiameter 0,15mm dan 0,18mm lebih kecil dari 0,6mm dan 0,8mm apakah semakin besar nilainya semakin kecil pula diameternya...mohon penjelasannya
ane masih bingung dengan pertanyaan ente gan. bisa diperjelas
Deleteane tau mas bro, maksudnya itu 0,15 itu kok lebih kecil kawatnya dibandingkan dengan 0,6 , kan dalam angka numerik 15 lebih besar dari 6, gitu maksudnya mas nur, dia nggak tau 0.6 itu sebenarnya 0.60 dan 0.8 itu sebenarnya 0.80
Deletemakasih gan penjelasannya, ane baru ngeh hehehe
DeleteMakasih sharingnya mas. Boleh tau referensi hitungan di atas? Saya perlu untuk tugas akhir saya. Makasih..
ReplyDeletedari buku jadul, dulu pinjam di perpustakaan terus aku fotokopi
Deleteboleh tau nama bukuny apa
Deletekalau gak salah judulnya merancang dan menggulung trafo, untuk terbitan dari mana saya gak tau karena saya cuma fotokopi isinya saja gak fotokopi cover, daftar isi, dll, tahun penerbitan sekitar 80an karena bahas masih jadul banget
Deleten1 = ( 45 / Aeff ) x 220
ReplyDelete= ( 45 / 18,7 ) x 220
= 2,4 x 220
= 529 lilit
n2 = ( 50 / Aeff ) x 32
= ( 50 / 18,7 ) x 32
= 2,67 x 32
= 85 lilit
untuk (n1=45xaef) 45 nya dari mana Dan Aeff itu dari mana?
untuk (n2=50xaeff) 50 nya dari mana dan Aeff nya dari mana?
terima kasih.........
n1/V = 1/4.44 f Bm Aeff
Deleten1 = ( 45 / Aeff ) x 220
ReplyDelete= ( 45 / 18,7 ) x 220
= 2,4 x 220
= 529 lilit
n2 = ( 50 / Aeff ) x 32
= ( 50 / 18,7 ) x 32
= 2,67 x 32
= 85 lilit
untuk (n1=45xaef) 45 nya dari mana Dan Aeff itu dari mana?
untuk (n2=50xaeff) 50 nya dari mana dan Aeff nya dari mana?
terima kasih.........
baca persamaan (17) untuk n1 dan persamaan (20) untuk n2
ReplyDeleteuntuk Aeff baca persamaan (13), semua dah terinci disitu
mantap rumus2nya gan.
ReplyDeleteAne minta ijin buat referensi teman2 ane
silahkan mas, berbagi itu indah dan ladang pahala buat saya jika ada yg pakai buat kebaikan
Deletesetuju,mantab bro rumusnya,dan penjelasannya,maju terus mas wid,semoga mendapat balasan .....amalnya...amin.......
ReplyDeleteamin ya rabbal alamin
DeleteThanks banget mas... aku udah buktiin hitungannya dgn trafo 40A... untuk toroid ada gak mas????
ReplyDeleteuntuk Toroid baru itungan coba2 belum nemu itungan yang paten
Deletegan, boleh tau gak dari buku apa rumus ini agan ambil, ane lg nysun laporan praktek tp buku trafo lumayan susah dicari dtempat ane gan. makasi sblmnya
ReplyDeleteaku cuma fotokopi dulu waktu sekolah pinjem dari perpustakaan , cover judul gak ku copy jadi gak tau judulnya
Deletegan, minta judul bukunya gan biar ane cari bukunya dsini
ReplyDeletekalau gak salah judulnya merancang dan menggulung trafo, untuk terbitan dari mana saya gak tau karena saya cuma fotokopi isinya saja gak fotokopi cover, daftar isi, dll, tahun penerbitan sekitar 80an karena bahas masih jadul banget
Deleteaww mas mantab penjelasannya sangat detail btw ada yang ane tanya neh efesiensinya brapa % yaa mhon pencerahanya ,trims mas
ReplyDeletedi penjelasan diatas aku pakai efisiensi 90%, tapi dalam praktek mengingat kualitas bahan lokal yang kurang bagus serta gulungan kita yang tidak bisa sempurna pakai saja efisiensi 75 atau 80%
DeleteApakah untuk jumlah lilitan multi sekunder seperti keluaran : 32,24,12,CT,12,24,32
ReplyDelete(32v)32lilit,(24v)32lilit,(12v)21,(CT),21lilit(12v),32(24v),32(32v)
salah ya gan..q Pemula gan
tanya lagi gan.. Gmana cara isolasinya.. Apakah dsetiap lilitan.. Misal :setelah lilitan 32 di isolasi, trus dilanjutin lagi 32 isolasi lagi. Dst.. Gmana gan.. ?
Soalx ane mau bokar trafo engkel ane..mau ane bwat ct gan..
Tlong djawab gan.
Atau kirim ke email ane : edytki1@gmail.com
salam sukses bwat agan
untuk multi sekunder tinggal nambahin sesuai kenaikan tegangan gan, contoh lilitan per voltnya 3 lilit, kita mau bikin 24,12,ct,12,12
Deleteberarti gulungannya 12x3 = 36lilit
cara gulung 36lilit + 36lilit - CT - 36lilit + 36lilit
cara isolasi bisa 1 lapis / 1 lapis, kalau aku biasanya satu gulungan primer kasih lapis, sekunder lapis lagi
rumus diatas coba tak terapin di trafo era 5A32vct.klo untuk mencari ukuran kern hasil dah mendekati sy ambil awal dari data 5A32vctnya.untuk jml lilitan blum tau sama pa ga jasilnya karna trafo tdk sy bongkar.tp u diamtr kawat ketemunya lbh besar dr aslinya?
ReplyDeleteiya pak memang trafo ERA menurutku yang paling murni. Untuk diameter kawat yang yang kalau dihitung lebih besar karena sya memakai nilai kepadatan arus 3A/mm2. Sebenarnya nilai kepadatan arus yang bisa dipakai antara 1,5A/mm2 - 5A/mm2. Semakin kecil nilai kepadatan arus yang dimasukkan dalam hitungan maka semakin kecil juga diameter kawat yang akan digunakan.
DeleteMungkin ERA memakai nilai kepadatan arus 1,5A/mm2 atau 2A/mm2, jadi kawat email lebih kecil, tujuannnya ya untuk menghemat biaya produksi.
Saya memakai nilai kepadatan arus 3A/mm2 karena saya ambil tengah tengahnya, dan kebanyakan perancang trafo memakai nilai tersebut, ya memang kalau untuk diproduksi akan tekor, tapi kalau memang untuk DIY sendiri saya rasa akan lebih worth it
salam mas,
ReplyDeleteRencananya saya ingin membuat trafo dengan Input dari pln 220v ke outpuut 660v jadi di kali 3.
nah ini menurut mas gmn bener gk tolong dikoreksi kalo ada yang salah hehehe...
1. Hitung daya trafo yang kita butuhkan
P2 = V2 x I2
= 660 x 2A
= 1320VA
Sehingga daya primernya
P1 = 1,1 x P2
= 1,1 x 1320
= 1452 VA
2. Hitung luas penampang inti besinya
Aeff = √ P1
= √ 1452
Aeff = 38,1 cm2
3. Hitung lebar dan panjang inti besinya
b = √Aeff / 1,3
= √38,1 / 1,3
= 4,79 cm
dengan melihat tabel ukuran inti besi, maka ukuran lebar yang mendekati adalah 4,79 cm (EI-50)
h = Aeff / b
= 38,1 / 4,79
= 7,95cm
4. Tentukan diameter kawat primer dan sekunder
d1 = 0,7 x √ I1
= 0,7 x √ 1452 / 220
= 0,7 x 2,5
= 1,8 mm
Dengan melihat tabel ukuran kawat yang mendekati yaitu AWG 13 diameter 1,8288 mm
d2 = 0,7 x √ I2
= 0,7 x √ 2
= 0,7 x 1,4
= 0,99 mm
Di tabel ukuran kawat yang mendekati yaitu AWG 18 diameter 1,02362 mm.
5. Menghitung jumlah lilitan primer dan sekunder
n1 = ( 45 / Aeff ) x 220
= ( 45 / 38,1 ) x 220
= 2,4 x 220
= 259 lilit
n2 = ( 50 / Aeff ) x 32
= ( 50 / 38,1 ) x 660
= 1,31 x 660
= 866 lilit
Karena kebanyakan lilitannya jadi gk pake CT
6. Pengecekan gulungan
c = ( n1 q1 + n2 q2 ) / Acu
Acu adalah luas jendela inti (x.y), dari tabel 2 , untuk core EI-114 nilai x = 9 mm , y = 25 mm
luas penampang q = ¼ π d2
c = ( 259 x ¼ x 3,14 x (1,8288*1,8288) + 866 x ¼ x 3,14 x (1,02362*1,02362) ) / ( 9 x 25 )
= ( 679,99 + 713,21 ) / 225
= 694,1 / 1083
= 6,25
Makasih mas :D
visit blog ane juga ya gan
Deletemerangkaitulisan.blogspot.com
Mas pertanyaan saya adalah :
ReplyDeleteRumus jumlah lilitan per volt = Frequecy / luas penampang core.
Misalkan luas penampang core 4X5 = 20 Cm2 dan freq nya 1000 Hz, maka jumlah lilitan per volt adalah
1000/20 = 50 lilitan per volt?
Setahu saya perbandingan antara jumlah lilitan terhadap frequency adalah berbanding terbalik, kalau frequencynya tinggi maka jumlah lilitannya sedikit , sebaliknya apabila frequencynya rendah maka lilitannya akan makin banyak?.
Tolong konfirmasi Mas, dan terima kasih banyak atas perhation.
Mursjid AR.
natelco@u.net.id
n/v saya tidak memakai rumus frequency/luas penampang, coba lihat lagi diatas
DeleteMas, mau nanya, gimana cara menentukan nilai konstanta histerisis dan konstanta arus eddy trafo?
ReplyDeletedari beberapa sumber, dituliskan nilainya sesuai dengan inti, tapi saya belum dapat nilai yang pasti dan paten,
tolong dibantu ya mas :)
kalau bisa ada referensi sekalian mas :)
Terimakasih sebelumnya mas
Apakah rumus diatas khusus untuk trafo CT saja mas?, bagaimana dengan trafo distribusi?.apakah bisa dipakai dengan rumus yang sama ?. Mohon jawabannya mas. Makasih.... Salam...
ReplyDeletesaya belum tahu mas untuk trafo distribusi berdaya besar apakah sama hitungannya atau tidak, karena ilmu saya cuma sampai di trafo power saja. kayaknya secara prinsip sama
Deletesore kang...? mau nanya nih,aku ada travo 5A kecil,dah kubukain,tinggal yg 220/110v(3pin)kawat nya agak halusan kang.bisa gak dililit lagi buat 12 dan 24 ct...?kawat yg dah dibuka kira 0.8-1.2mm (C1:10mm,C2:10mm,x:11mm,b:22mm,y:32mm) tanks sebelumnya...semoga sukses selalu....
ReplyDeletebisa saja kang yang penting gulungan primer belum short/terbakar, ya tinggal gulung sekundernyta saja 12 dan 24v cuma ya perlu dilihat juga kernnya mampu gak buat daya yang akan dihasil, monggo diutak atik itungannya dulu
DeleteMf Mas, mau nanya! Dimensi kern yg udah jadi khan panjang x tinggi x lebar (tebal kebelakang) Yg mau saya tanyakan hub tebal ke blkg nya. Itu masuk hitungan gk?
ReplyDeleteMakasij sblm nya
say belum paham dengan "hub tebal belakang" itu apa?
DeleteKok kalau sy simulasi kan 20a Kawatnya jd awg 8..apakah ga tebal bgt ?
ReplyDeletesaya memakai nilai kepadatan arus 3A/mm2 , nilai kepadatan arus yang bisa dipakai dalam rumus antara 1,5A/mm2 - 5A/mm2. semakin kecil nilai kepadatan arusnya maka semakin kecil diameter kawat, begitu sebaliknya. kalau kawat kecil ya efeknya cepet panas , kalau kawat besar lebih adem.
Deletesangat puyeng mas 😁
ReplyDeletesaya juga puyeng je mas
DeleteDr sekian lama cari ukuran inti Kern besi dgn hitungan nya bru dpt disini Terim kasih banget
ReplyDeletesenang bisa membantu dan berbagi
Deleteinfonya sangat bermanfat bagi ane
ReplyDeletesolder uap
Salam Hangat bang,
ReplyDeleteIzin bertanya :
Utk rumus diatas ygdijelaskan khusus untuk trafo dalam keadaan 1 phase, bagaimana penerapannya apabila kita gunakan pada trafo step down utk 3 phase, dengan Input Tegangan 12,3KV output menjadi 480 v atau 990 v bang
mohon maaf sekali om, ilmu saya belum nyampe ke trafo 3 phase
DeleteAssalamualaikum, bang izin bertanya:
ReplyDeleteUntuk yang hitung daya trafo yang kita butuhkan
P2=V2×I2
=2×32×5
=320VA
Yang saya tanyakan itu 2 nya dari mana, tiba tiba ada?
Itu karena CT maka kali
DeleteMohon maaf bila salah
2 munculnya karena trafonya CT jadi nilai tegangannya dikalikan 2, kalau mau bikin trafo engkel/ single/non CT misal cuma output 0-12v ya gak usah dikalikan 2
Deleteyuhuu...bermanfaat sekali
ReplyDeleteTang cucut
Yuhuuuu.... Maksih dah mampir
DeleteSaya ada travo 3A kebakar....rencananya saya mau gulung ulang...setelah cari sana sini ketemulah blog ini....setelah coret sana sini pelototin angka2 diatas ketemunya cuma 1,5 Amper doang?bagaimana caranya dan apakah bisa bila dipaksakan ke 3 Ampere?
ReplyDeleteTerima kasih atas ilmunya mbah
karena memang kebanyakan trafo di pasaran gak murni seperti yang ditunjukkan tulisan Amperenya, ya tujuannya jelas untuk menghemat biaya produksi.
DeleteAkibatnya ya seperti trafo sampeyan mudah panas dan terbakar. jika mau dipaksakan hasilin 3A ya harus kurangi Volt outputnya, atau jika CT cuma jadi single
Ok mbah terima kasih atas ilmunya
DeleteMas..mau nanya apakah rumus tsb berlaku utk trafo inverter yg ada ct..makasih
ReplyDeletebeda mas, ini untuk trafo power saja, kalau inverter udah beda di nilai frekuensi dll, saya juga belum menguasai kalau trafo inverter
DeleteRumus ini sudah saya terapkan mulai th 2013. Hasilnya mantul.
ReplyDeleteDan sy terapkan jg ke toroid hsilnya jg bagus.
Senang bisa berbagi, kalau untuk toroid basicnya sama, yang beda mungkin di pencarian Luas area eff dan daya kernnya, saya juga lagi mencari2 rumus yang mendekati untuk mencari daya kern toroid, karen banyak barbagai macam versi
DeleteMau tanya mas , misal diperlukan diameter kawat sekunder adalah 4mm, terus kita pakai kawat diameter 1mm 4 lembar kawat di paralel, apakah bisa sama dipakai...
ReplyDeleteIya bisa dengan cara begitu, cuma kadang agak repot ngegulungnya, dan repot juga untuk bisa rapi
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteLuar biasa. Mantabs Mas.. matur nuwun, smg barokah ilmunya
ReplyDeletegan, untuk trafo step up apakah sama rumusnya
ReplyDeleteSaya belum pernah bikin step up, tapi menurut saya sama sih hitungannya
Delete